Jambu mete atau jambu monyet ataupun jambu mede adalah sejenis tanaman dari suku Anacardiaceae yang berasal dari Brasil
dan memiliki "buah" yang dapat dimakan. Yang lebih terkenal dari jambu
mete adalah kacang mete, kacang mede atau kacang mente.
Tanaman jambu mete merupakan salah satu tanaman bernilai
ekonomi yang menjadi sumber pendapatan salah satunya petani di Kabupaten
Flores Timur. Produksi jambu mete di daerah ini kurang dari 0,6 ton/ha,
suatu kondisi yang jauh lebih rendah dibandingkan rerata nasional dan
negara-negara penghasil mete yang berkisar 4 ton/ha.
Tanaman yang tua dan tidak diremajakan menjadi penyebab
rendahnya produktivitas tanaman. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Flores Timur oleh Imam Suharto (2012) bertujuan untuk menemukan model
peremajaan tanaman jambu mete yang mudah, tepat, cepat, secara finansial
menguntungkan, dapat diterapkan oleh petani dan kualitas mete Flores
dapat dipertahankan secara berkelanjutan.
Kombinasi perlakukan dua entres yang disambung pada batang
bawah dengan dua cabang produktif menghasilkan yang terbaik yaitu
panjang tunas baru (24, 85 cm), jumlah daun (27,91 helai), 69,57% bunga
menjadi buah. Tingkat keberhasilan sambungan hidup mencapai 81,55% pada
210 HSP dan 75% tunas baru berbunga pada 113 HSP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik sambung samping
merupakan teknologi yang potensial sebagai model untuk peremajaan
tanaman jambu mete yang kurang produktif, karena teknik ini sederhana
dan mudah diterapkan yang ditunjang oleh entres dan batang bawah yang
berkualitas baik, kompatibel dan kondisi iklim yang mendukung. Produksi
88% lebih tinggi dibandingkan dengan jambu mete yang tidak diremajakan,
layak secara finansial dan diindikasikan dengan net present value
sebesar Rp 28.161.890,89;B/C 1.37 dan internal rate return 23%. Petani
merespon positif dan berminat melakukan peremajaan tanaman mete yang tua
dan kurang produktif dengan teknik sambung samping.
Memang, salah satu komponen yang ikut menentukan kualitas
tanaman serta hasil panen jambu mete adalah pemilihan bibit dengan
kualitas unggul. Pada budidaya jambu mete, tanaman dapat diperbanyak
secara generatif melalui biji atau secara vegetatif dengan cara
pencangkokan, okulasi dan penyambungan. Jika menggunakan biji, maka
jenis biji yang akan ditanam harus berasal dari pohon induk pilihan.
Cara penanganan biji mete untuk benih adalah : buah mete/calon
bibit dipanen pada pertengahan musim panen. Buah mete yang dipilih sudah
matang dan tidak cacat. Selanjutnya biji mete segera dikeluarkan dari
buah semu lalu dicuci bersih, kemudian disortir. Tahapan berikutnya biji
mete dijemur sampai kadar air 8-10%. Supaya lebih awet untuk disimpan,
untuk biji jambu mete yang dikemas dalam kantong plastik, aliran udara
di ruang penyimpanan harus lancar dengan suhu antara 25-30 derajat C dan
kelembaban: 70-80%. Lama waktu penyimpanan bibit 6 bulan, paling lama 8
bulan. Hal yang terpenting adalah sebelum ditanam, benih (biji mete)
harus disemai terlebih dahulu.
Peremajaan akan memakan biaya besar dan menjurus ke turunnya
penghasilan untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 tahun. Alternatif
lain ialah menanam jambu mete dalam barisan menyemak (hedge row). Usaha
ini akan menaikkan luas permukaan kanopi per hektarnya. Produktivitas
tinggi yang diperoleh dapat dipertahankan dengan cara menyisipkan
barisan selingan sejarak 50-75 cm jika barisan menyemak itu telah lowong
sejauh 1 m. Pohon yang dipenggal akan meneruskan berproduksi pada tahun
kedua. Barisan pohon, dapat pula dicabut dan diganti dengan tanaman
unggul terseleksi. Barisan penanaman baru dapat berproduksi setelah 5
tahun. Akan tetapi, selama selang waktu itu barisan menyemak yang masih
ada dapat tumbuh sepenuhnya dan mencapai produksi puncak. Jika rumpang
antar-barisan menyemak itu menjadi kurang dari 1 m, barisan pohon yang
tidak terkontrol harus dipangkas, agar memberikan ruang bagi barisan
peremajaan atau penanaman kembali. Sistem ini memungkinkan panen
sinambung dengan hasil produksi yang lebih tinggi dan lambat-laun akan
mempertinggi tingkat hasil produksi itu. Di Australia, pemeliharaan
barisan menyemak dengan menggunakan alat pangkas yang berada di atas
traktor sedang diuji-coba.
Tanaman jambu mete bersifat tahan terhadap kekeringan. Tanaman
ini juga memiliki pertumbuhan yang cepat dan perakaran yang dalam.
Semula, tanaman ini hanya ditanam sebagai tanaman penghijauan karena
mampu tumbuh di lahan-lahan yang gersang dan gundul, yang tidak dapat
ditumbuhi tanaman lain. Sesudah pohon jambu mete tumbuh dengan baik,
diharapkan tanaman lain juga akan tumbuh.
Pengembangan mete di Indonesia dimulai tahun 1975 melalui
proyek Departemen Kehutanan sebagai tanaman konservasi untuk memperbaiki
lahan kritis, bukan untuk produksi. Melalui proyek tersebut areal mete
Indonesia meningkat pesat dari 58.000 ha tahun 1975 menjadi 196.000 ha
tahun 1984. Sejak tahun 1988 proyek pengembangan mete ditangani oleh
Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian dengan orientasi di
samping memperbaiki lahan kritis sekaligus penanggulangan masalah
kemiskinan melalui peningkatan produktivitas mete. Tahun 2003, lima
belas tahun kemudian, areal mete Indonesia sekitar 581.300 ha, tersebar
di 21 provinsi. Terluas terdapat di Sulawesi Tenggara (25,4%), NTT
(23,2%), Sulawesi Selatan (12,9%), Jawa Timur (10,6%), NTB (8,4%) dan
Jawa Tengah (5,6%). Produksi gelondong mete Indonesia pada tahun
tersebut sekitar 92.000 ton. Produktivitas mete sekitar 388 kg
gelondong/ha/tahun tergolong sangat rendah dibandingkan dengan India dan
Thailand berturut-turut telah mencapai 600 dan 1.000 kg
gelondong/ha/tahun. Rendahnya produktivitas ini disebabkan karena belum
terpenuhinya teknologi produksi yang diterapkan mulai dari bahan tanaman
sampai dengan pemeliharaan. Rata-rata kepemilikan lahan per petani
sekitar 0,3 ha di Kabupaten Wonogiri dan 1,5 ha di Kabupaten Buton.
Pendapatan keluarga tani dari pertanaman metenya hanya berkisar antara
Rp 525.000-Rp 2.625.000 per tahun. Jumlah tersebut tentunya jauh lebih
rendah dari kebutuhan hidup per keluarga petani, sehingga mete belum
dapat dijadikan andalan sebagai penghasilan utama keluarga. Oleh karena
perlu diupayakan peningkatan pendapatan petani mete melalui peningkatan
produktivitas usahatani dengan melakukan kegiatan peremajaan,
rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi.
Tanaman jambu mete dapat tumbuh dengan baik serta berproduksi
secara maksimal apabila persyaratan lingkungan tumbuhnya terpenuhi.
Persyaratan lingkungan tumbuh tersebut secara umum dapat digolongkan ke
dalam dua faktor, yaitu tanah dan iklim. Faktor tanah yang mempengaruhi
terdiri atas tebal solum, tekstur, kemasaman (pH), kemiringan, kedalaman
permukaan air dan drainase. Sedangkan faktor iklim meliputi tinggi
tempat, curah hujan, bulan kering, bulan basah dan kelembaban udara.
Berdasarkan persyaratan tumbuh, daerah pengembangannya dapat dibedakan
atas empat katagori, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), agak sesuai
(AS) dan tidak sesuai (TS). Untuk tujuan peningkatan produktivitas
usahatani jambu mete pada kegiatan peremajaan, rehabilitasi dan
intensifikasi dianjurkan untuk menggunakan tanah dengan katagori SS, S
dan AS. Sedangkan untuk kegiatan ekstensifikasi dianjurkan menggunakan
tanah dengan katagori SS dan S.
Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan kondisi sumber benih
tanaman tahunan khususnya jambu mete. Varietas unggul (Benih Bina)
jambu mete (9 varietas) yaitu : (1) Gunung Gangsir I, (2) K 36, (3) MR
851, (4) B 02, (5) Segayung Muktiharjo 9 (SM 9), (6) Meteor YK, (7)
Flotim 1 (MPF 1), (8) Ende 1 (MPE 1), (9) Muna.
Ditjen Perkebunan sejak tahun 2006 telah membangun kebun induk
(KI) jambu mete seluas 219,5 ha tersebar di 8 (delapan) provinsi yaitu :
Jatim, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), NTB, NTT, Sulteng, Sulsel,
Sultra dan Malut dan 31 kabupaten. Kebun induk yang dibangun 6,83%
menggunakan lahan dinas dan 93,17% di lahan petani. Kebun induk dibangun
tidak seluruhnya menggunakan benih bina jambu mete, beberapa KI
dibangun dengan menggunakan benih unggul lokal. Dari 9 varietas unggul
yang telah dilepas (benih bina), 7 jenis digunakan dalam pembangunan KI
dan tidak terdistribusi. Di beberapa lokasi KI telah beralih fungsi dan
perlu pembangunan kebun sumber benih yang baru.
Menurut Ditjen Bun sudah mengusulkan untuk kegiatan
pengembangan jambu mete yang termasuk komoditas ekspor yaitu untuk
peremajaan dan perluasan tanaman jambu mete adalah sebagaimana terlihat
dalam tabel 1 dan 2 sebagai berikut :
|
Tabel 1. Lokasi dan Volume Kegiatan Peremajaan Tanaman Jambu Mete Tahun 2014 |
|
Tabel 2. Lokasi dan Volume Kegiatan Perluasan Tanaman Jambu Mete Tahun 2014 |