Minggu, 11 Januari 2015

Peremajaan dan Perluasan Jambu Mete




Jambu mete atau jambu monyet ataupun jambu mede adalah sejenis tanaman dari suku Anacardiaceae yang berasal dari Brasil dan memiliki "buah" yang dapat dimakan. Yang lebih terkenal dari jambu mete adalah kacang mete, kacang mede atau kacang mente.  

Tanaman jambu mete merupakan salah satu tanaman bernilai ekonomi yang menjadi sumber pendapatan salah satunya petani di Kabupaten Flores Timur. Produksi jambu mete di daerah ini kurang dari 0,6 ton/ha, suatu kondisi yang jauh lebih rendah dibandingkan rerata nasional dan negara-negara penghasil mete yang berkisar 4 ton/ha.

Tanaman yang tua dan tidak diremajakan menjadi penyebab rendahnya produktivitas tanaman. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Flores Timur oleh Imam Suharto (2012) bertujuan untuk menemukan model peremajaan tanaman jambu mete yang mudah, tepat, cepat, secara finansial menguntungkan, dapat diterapkan oleh petani dan kualitas mete Flores dapat dipertahankan secara berkelanjutan.

Kombinasi perlakukan dua entres yang disambung pada batang bawah dengan dua cabang produktif menghasilkan yang terbaik yaitu panjang tunas baru (24, 85 cm), jumlah daun (27,91 helai), 69,57% bunga menjadi buah. Tingkat keberhasilan sambungan hidup mencapai 81,55% pada 210 HSP dan 75% tunas baru berbunga pada 113 HSP.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik sambung samping merupakan teknologi yang potensial sebagai model untuk peremajaan tanaman jambu mete yang kurang produktif, karena teknik ini sederhana dan mudah diterapkan yang ditunjang oleh entres dan batang bawah yang berkualitas baik, kompatibel dan kondisi iklim yang mendukung. Produksi 88% lebih tinggi dibandingkan dengan jambu mete yang tidak diremajakan, layak secara finansial dan diindikasikan dengan net present value sebesar Rp 28.161.890,89;B/C 1.37 dan internal rate return 23%. Petani merespon positif dan berminat melakukan peremajaan tanaman mete yang tua dan kurang produktif dengan teknik sambung samping.

Memang, salah satu komponen yang ikut menentukan kualitas tanaman serta hasil panen jambu mete adalah pemilihan bibit dengan kualitas unggul. Pada budidaya jambu mete, tanaman dapat diperbanyak secara generatif melalui biji atau secara vegetatif dengan cara pencangkokan, okulasi dan penyambungan. Jika menggunakan biji, maka jenis biji yang akan ditanam harus berasal dari pohon induk pilihan.

Cara penanganan biji mete untuk benih adalah : buah mete/calon bibit dipanen pada pertengahan musim panen. Buah mete yang dipilih sudah matang dan tidak cacat. Selanjutnya biji mete segera dikeluarkan dari buah semu lalu dicuci bersih, kemudian disortir. Tahapan berikutnya biji mete dijemur sampai kadar air 8-10%. Supaya lebih awet untuk disimpan, untuk biji jambu mete yang dikemas dalam kantong plastik, aliran udara di ruang penyimpanan harus lancar dengan suhu antara 25-30 derajat C dan kelembaban: 70-80%. Lama waktu penyimpanan bibit  6 bulan, paling lama 8 bulan. Hal yang terpenting adalah sebelum ditanam, benih (biji mete) harus disemai terlebih dahulu.

Peremajaan akan memakan biaya besar dan menjurus ke turunnya penghasilan untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 tahun. Alternatif lain ialah menanam jambu mete dalam barisan menyemak (hedge row). Usaha ini akan menaikkan luas permukaan kanopi per hektarnya. Produktivitas tinggi yang diperoleh dapat dipertahankan dengan cara menyisipkan barisan selingan sejarak 50-75 cm jika barisan menyemak itu telah lowong sejauh 1 m. Pohon yang dipenggal akan meneruskan berproduksi pada tahun kedua. Barisan pohon, dapat pula dicabut dan diganti dengan tanaman unggul terseleksi. Barisan penanaman baru dapat berproduksi setelah 5 tahun. Akan tetapi, selama selang waktu itu barisan menyemak yang masih ada dapat tumbuh sepenuhnya dan mencapai produksi puncak. Jika rumpang antar-barisan menyemak itu menjadi kurang dari 1 m, barisan pohon yang tidak terkontrol harus dipangkas, agar memberikan ruang bagi barisan peremajaan atau penanaman kembali. Sistem ini memungkinkan panen sinambung dengan hasil produksi yang lebih tinggi dan lambat-laun akan mempertinggi tingkat hasil produksi itu. Di Australia, pemeliharaan barisan menyemak dengan menggunakan alat pangkas yang berada di atas traktor sedang diuji-coba.

Tanaman jambu mete bersifat tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini juga memiliki pertumbuhan yang cepat dan perakaran yang dalam. Semula, tanaman ini hanya ditanam sebagai tanaman penghijauan karena mampu tumbuh di lahan-lahan yang gersang dan gundul, yang tidak dapat ditumbuhi tanaman lain. Sesudah pohon jambu mete tumbuh dengan baik, diharapkan tanaman lain juga akan tumbuh.

Pengembangan mete di Indonesia dimulai tahun 1975 melalui proyek Departemen Kehutanan sebagai tanaman konservasi untuk memperbaiki lahan kritis, bukan untuk produksi. Melalui proyek tersebut areal mete Indonesia meningkat pesat dari 58.000 ha tahun 1975 menjadi 196.000 ha tahun 1984. Sejak tahun 1988 proyek pengembangan mete ditangani oleh Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian dengan orientasi di samping memperbaiki lahan kritis sekaligus penanggulangan masalah kemiskinan melalui peningkatan produktivitas mete. Tahun 2003, lima belas tahun kemudian, areal mete Indonesia sekitar 581.300 ha, tersebar di 21 provinsi. Terluas terdapat di Sulawesi Tenggara (25,4%), NTT (23,2%), Sulawesi Selatan (12,9%), Jawa Timur (10,6%), NTB (8,4%) dan Jawa Tengah (5,6%). Produksi gelondong mete Indonesia pada tahun tersebut sekitar 92.000 ton. Produktivitas mete sekitar 388 kg gelondong/ha/tahun tergolong sangat rendah dibandingkan dengan India dan Thailand berturut-turut telah mencapai 600 dan 1.000 kg gelondong/ha/tahun. Rendahnya produktivitas ini disebabkan karena belum terpenuhinya teknologi produksi yang diterapkan mulai dari bahan tanaman sampai dengan pemeliharaan. Rata-rata kepemilikan lahan per petani sekitar 0,3 ha di Kabupaten Wonogiri dan 1,5 ha di Kabupaten Buton. Pendapatan keluarga tani dari pertanaman metenya hanya berkisar antara Rp 525.000-Rp 2.625.000 per tahun. Jumlah tersebut tentunya jauh lebih rendah dari kebutuhan hidup per keluarga petani, sehingga mete belum dapat dijadikan andalan sebagai penghasilan utama keluarga. Oleh karena perlu diupayakan peningkatan pendapatan petani mete melalui peningkatan produktivitas usahatani dengan melakukan kegiatan peremajaan, rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi.

Tanaman jambu mete dapat tumbuh dengan baik serta berproduksi secara maksimal apabila persyaratan lingkungan tumbuhnya terpenuhi. Persyaratan lingkungan tumbuh tersebut secara umum dapat digolongkan ke dalam dua faktor, yaitu tanah dan iklim. Faktor tanah yang mempengaruhi terdiri atas tebal solum, tekstur, kemasaman (pH), kemiringan, kedalaman permukaan air dan drainase. Sedangkan faktor iklim meliputi tinggi tempat, curah hujan, bulan kering, bulan basah dan kelembaban udara. Berdasarkan persyaratan tumbuh, daerah pengembangannya dapat dibedakan atas empat katagori, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), agak sesuai (AS) dan tidak sesuai (TS). Untuk tujuan peningkatan produktivitas usahatani jambu mete pada kegiatan peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi dianjurkan untuk menggunakan tanah dengan katagori SS, S dan AS. Sedangkan untuk kegiatan ekstensifikasi dianjurkan menggunakan tanah dengan katagori SS dan S.

Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan kondisi sumber benih tanaman tahunan khususnya jambu mete. Varietas unggul  (Benih Bina)  jambu mete (9 varietas) yaitu : (1) Gunung Gangsir I, (2) K 36, (3) MR 851, (4) B 02, (5) Segayung Muktiharjo 9 (SM 9), (6) Meteor YK, (7) Flotim 1 (MPF 1), (8) Ende 1 (MPE 1), (9) Muna.

Ditjen Perkebunan sejak tahun 2006 telah membangun kebun induk (KI) jambu mete seluas 219,5 ha tersebar di 8 (delapan) provinsi yaitu : Jatim, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), NTB, NTT, Sulteng, Sulsel, Sultra dan Malut dan 31 kabupaten. Kebun induk yang dibangun 6,83% menggunakan lahan dinas dan 93,17% di lahan petani. Kebun induk dibangun tidak seluruhnya menggunakan benih bina jambu mete, beberapa KI dibangun dengan menggunakan benih unggul lokal. Dari 9 varietas unggul yang telah dilepas (benih bina), 7 jenis digunakan dalam pembangunan KI dan tidak terdistribusi. Di beberapa lokasi KI telah beralih fungsi dan perlu pembangunan kebun sumber benih yang baru.

Menurut Ditjen Bun sudah mengusulkan untuk kegiatan pengembangan jambu mete yang termasuk komoditas ekspor yaitu untuk peremajaan dan perluasan tanaman jambu mete adalah sebagaimana terlihat dalam tabel 1 dan 2 sebagai berikut : 
Tabel 1.  Lokasi dan Volume Kegiatan Peremajaan Tanaman Jambu Mete Tahun 2014


 
Tabel 2.  Lokasi dan Volume Kegiatan Perluasan Tanaman Jambu Mete Tahun 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar